KEBUDAYAAN JAWA PRA ISLAM
(Masa Hindu-Budha)
Makalah
Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, MSI
Oleh:
Nazilaturrohmah (133511016)
M. Riskon (133511018)
M. Faruq Irfanudin (133511020)
Diah Ira Rahmawati (133511024)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah
kebudayaan Indonesia adalah kajian ilmiah terhadap perkembangan kebudayaan di
Indonesia. Wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan mempunyai jalan
kebudayaan yang beraneka ragam bahkan dalam satu wilayah pulaupun terdapat
perkembangan kebudayaan yang berbeda. Dalam perkembangan kebudayaan terdapat
beberapa unsur kebudayaan.
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan budaya, terutama di daerah Jawa yang
dipengaruhi oleh unsur kebudayaan Hindu Budha. Terbukti dengan adanya
peninggalan pra- sejarah berupa prasasti maupun relief atau candi yang tersebar
di pulau jawa. Misalnya candi Borobudur, candi prambanan dan candi roro mendut.
Hal ini tidak akan lepas dari pengaruh agama Hindu-Budha yang pernah berjaya
pada masanya.
Keberadaan
agama Hindu dan Budha di Jawa tidak hanya meninggalkan kebudayaan berupa
arsitek bangunan, akan tetapi keyakinan juga berpengaruh dan berkembang di Jawa.
Sampai saat ini masih menjadi budaya turun temurun bagi masyarakat yang sulit
di rubah sebab sudah melekat dan menjadi kebiasaan orang Jawa.
Dalam
makalah ini, akan dibahas
mengenai masuknya agama Hindu dan Budha di Jawa, serta kebudayaan yang di
bawanya.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
meliputi:
1.
Apa pengertian
Hindu, Budha, Budaya dan Kebudayaan?
2.
Bagaimana proses
masuknya Hindu-Budha di Jawa?
3.
Bagaimana
perkembangan Agama Hindu-Budha di Jawa?
4.
Bagaimana
kebudayaan masa Hindu-Budha di Jawa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hindu, Budha, Budaya, dan Kebudayaan
1. Hindu
Kata
Hindu (melalui
bahasa Persia) berasal dari kata
Sindhu
dalam
bahasa Sanskerta, yaitu nama sebuah
sungai
di sebelah barat daya
subbenua India, yang dalam
bahasa
Inggris disebut
Indus. Menurut
Gavin Flood,
pada mulanya istilah 'hindu' muncul sebagai istilah geografis bangsa Persia
untuk menyebut suku bangsa yang tinggal di seberang sungai Sindu. Maka dari
itu, awalnya istilah 'Hindu' merupakan istilah geografis dan tidak mengacu pada
suatu
agama.
Agama
Hindu (disebut pula Hinduisme) merupakan
agama dominan di
Asia Selatan,
terutama di
India
dan
Nepal
yang mengandung aneka ragam tradisi. Agama ini meliputi berbagai aliran, di
antaranya
Saiwa,
Waisnawa,
dan
Sakta
serta suatu pandangan luas akan
hukum dan
aturan tentang "moralitas sehari-hari" yang berdasar pada
karma,
darma, dan
norma kemasyarakatan.
Agama Hindu cenderung seperti himpunan berbagai pandangan filosofis atau
intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam.
Agama
Hindu disebut sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan
hingga kini, dan
umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma
(
Dewanagari) artinya "
darma abadi" atau
"jalan abadi" yang melampaui asal mula manusia. Agama ini menyediakan
kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya tanpa memandang
strata,
kasta, atau
sekte seperti kejujuran,
kesucian, dan pengendalian diri.
[1]
2. Budha
Agama
Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan
meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan
pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal
sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah sadar” dalam bahasa Sanskerta dan
Pali). Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam
beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Dia dikenal
oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan
yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri
ketidaktahuan/kebodohan (
avidyā), kehausan/napsu rendah (
taṇhā),
dan penderitaan (
dukkha), dengan menyadari sebab musabab saling
bergantungan dan sunyatam dan mencapai Nirvana (Pali:
Nibbana).
3. Budaya
Budaya
atau kebudayaan berasal dari
bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal
manusia.
Dalam
bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan
politik, adat istiadat,
bahasa,
perkakas,
pakaian,
bangunan,
dan karya
seni.
Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha ber
komunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
[3]
Budaya
menurut kamus besar bahasa indonesia dapat diartikan sebagai pikiran, adat
istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju),
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
4. Kebudayaan
Sedangkan
kebudayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah
lakunya.
B. Proses Masuknya
Agama Hindu-Budha di Jawa
Asal mula Agama budha berawal dari
berita fa hien, yaitu seorang buddhis,
pada tahun 414 terpaksa harus berlabuh di jawa dalam perjalanannya dari Langka
ke Cina karena angin ribut. Dia berada di jawa selama 15 bulan, dan
memberitakan bahwa di jawa banyak ajaran bidat golongan brahmana. Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud ajaran bidat golongan brahmana
adalah agama hindu. Keadaan ini berlangsung selama 5 abad.
Setelah 5 abad, keadaan
berubah,agama budha mulai memasuki indonesia
pada akhir abad ke 17, hal ini dapat dibuktikan dengan berita dariI
tsing yang menceritakan di dalam bukunya yang ditulisnya di sumatra , bahwa pada
tahun 664/665 ada seorang musafir cina bernama hwui ning yang bergi ke jawa
selama 3 tahun. Di bawah seorang guru jnanabhadra, ia menerjemahkan suatu
naskah tentang masuknya budha ke nirwana serta pembakaran tubuhnya ke dalam
bahasa cina. I-tsing menerjemahkan naskah dalam keadaan menyimpang dari Naskah
yang dipakai dari Mahayana.
Dari kedua berita di atas dapat
disimpulkan bahwa pada waktu itu Sriwijaya (Palembang) menjadi pusat agama Budha,
disana terdapat suatu Perguruan Tinggi Buddha. Ada lebih dari 1000 Biksu yang
ajaran dan cara kerjanya sama dengan mereka yang ada di india.
Selain dari berita berita di atas,
terdapat juga bukti berupa prasasti atau peninggalan masuknya agama budha ,
Diantaranya yang terdapat di kerajaan sailendra afama. Raja dan rakyatnya
memeluk agama afama budha mahayana, sekalipun agaknya secara intensif aganma
ini hanya dipelihara oleh kalangan atas, yaitu kalangan istana dan para
pujangga yang berhubungan erat dengan istana. Hal ini dapat diperkirakan dengan
banyaknya candi candi budha di jawa tengah seperti candi borobudur, candi
mendut.[5]
Sedangkan Agama Hindu juga
meninggalkan beberapa prasasti dan candi yang menunjukan bukti bahwa agama
Hindu telah masuk di Indonesia terutama di wilayah Jawa Tengah. Agama Hindu
berkembang dari kalangan atasan hingga kalangan rakyat jelata. Hal ini dapat
dibuktikan dari banyaknya candi candi siwa yang tersebar hingga di pelosok
pelosok desa. Hal ini disebabkan karena agama hindu lebih mudah menyesuaikan
diri dengan keadaan pribumi dari pada agama budha. Bukti dari peninggalan agama
hindu adalah adanya candi prambanan yang didirikan pada pertengahan abad ke 9
ketika raja mataram berkuasa di jawa tengah.
C.
Perkembangan
Agama Hindu-Budha di Jawa
1. Perkembangan
Agama Hindu-Budha di Jawa antara Abad ke 8-10 M
a.
Perkembangan agama Hindu
Berita tentang perkembangan agama baru didapatkan
dalam uraian prasasti Cangal (tahun 732 M). Sebenarnya secara samar dapat
diketahui telah ada pemuliaan terhadap Dewa-dewa Hindu Trimurti lewat prasasti
Tuk Mas (tahun 700M). Dalam prasasti Tuk Mas dinyatakan bahwa terdapat mata air
yang airnya jernih dan dapat menghapus noda dan dosa seperti halnya air sungai
Gangga. Selain itu, digambarkan berbagai benda-benda (laksana) yang
biasa dipegang dewa-dewa Trimurti (Brahma, Wisnu, dan Syiwa).
Dengan demikian, ditafsirkan bahwa Hindu Trimurti telah dikenal oleh penduduk
Jawa Kuno masa itu.
Prasasti Cangal yang ditemukan di Bukit Gunung
Wukir, justru lebih jelas mengemukakan adanya pemujaan terhadap Trimurti,
dengan mengutamakan terhadap pemujaan kepada Syiwa Mahadewa. Sedangkan di Jawa
Timur ditemukan pula dalam Prasasti Dinoyo (760 M) dinyatakan bahwa Raja
Gajayana atau Limwa adalah pengganti Raja Dewashima. Gajayana mendirikan
bangunan suci pemujaan bagi Agatsya (salah satu murid utama Syiwa). Hal
tersebut menegaskan bahwa perkembangan agama Hindu Trimurti terutama yang
memuja Syiwa secara bersamaan berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur sekitar
awal abad ke-8 M. Tidak hanya itu, Hindu Saiva juga berkembang di wilayah
tersebut.
Pada candi-candi Hindu Saiva terdapat keteraturan
penempatan arca-arca Dewa direlung-relung dinding luarnya, dan menghadap ke
timur. Penempatan arca-arca tersebut yakni: (1) relung kanan pintu: arca
Nandisvara, (2) relung kiri: arca Mahakala, (3) relung utara: arca Durga
Mahisasuramardini, (4) relung barat: arca Ganesha, (5) relung selatan: arca
Agatya. Adapun objek sakral yang mengisi bilik candi adalah arca Syiwa
Mahadewa.
Melalui temuan arcanya, diketahui bahwa para pemeluk Hindu di wilayah Jawa
tidak hanya memuliakan Trimurti, namun mereka juga memuja arca-arca dewata
Hindu lainnya, seperti Dewi Parwati, Sri/Laksmi, Dewa Surya Chandra,
Karttikeya, avatara-avatara Wisnu, dan juga dewa Lokapala lainnya baik
yang berwujud arca batu ataupun logam.
b.
Perkembangan agama Budha
Untuk perkembangan agama Budha di wilayah Jawa
Tengah berdasarkan berita dari prasasti Kalasan, diuraian adanya pemujaan
terhadap sakti Budha, yaitu Tara dan didirikan bangunan suci khusus untuk
memujanya dinamakan Tarabhavanam atau Candi Kalasan sekarang. Antara
pertengahan abad ke-8 sampai ke-10, agama Budha Mahayana berkembang pesat di
Jawa Tengah. Banyak candi yang didirikan untuk memuliakan Panca Tathagata dan
Dhyani Bhoddhisattva. Sebagaimana pada Candi Borobudur, Panca Tathagata merupakan dewata yang
dimuliakan, digambarkan kelima wujud Tathagata dan peletakannya sesuai dengan arah
mata angin. Terdapat pula ritus keagamaan yang bermula dari Candi Mendut,
menuju Candi Pawon, dan puncaknya berlangsung di Stupa Agung Borobudur. Masih
terdapat banyak candi-candi lainnya yang menjadi ritus keagamaan saat itu.
Candi-candi penting lainnya yang bernapaskan Budha
Mahayana adalah Candi Sari, Plaosan Lor, Lumbung, Sajiwan, dan Banyunibo. Dalam
periode yang hampir bersamaan, di wilayah Jawa Tengah disusun pula kitab Jawa
Kuno yaitu Sanghyang Kamahayanikan (SHK), yang memuat tentang kesesuaian
arsitektur, relief, dan juga arca-arca di Candi Borobudur. Terdapat pula uraian
tentang visualisasi dari ajaran Yogacara, yakni suatu prinsip yang
menonjolkan praktik yoga demi memperoleh pengetahuan tertinggi yang
merupakan pembuka jalan untuk mencapai keBudhaan.
Selain candi, terdapat pula goa yang dipergunakan para bhiksu dan kaum
agamawan budha lainnya untuk melakukan meditasi.
Perkembangan agama Budha selanjutnya hingga masa
kerajaan Kediri dan Panjalu masih belum diketahui secara baik, karena
sumber-sumber yang terbatas. Selanjutnya, data-data peninggalan agama Budha
baru diperoleh kembali dalam zaman Singasari dan Majapahit.
2.
Perkembangan Agama Hindu-Budha di Jawa
antara Abad ke 11-15 M
Ketika pusat kerajaan berpindah ke wilayah jawa
Timur, dengan sendirinya banyak candi Hindu yang dibangun di wiayah tersebut.
Kehidupan keagamaan Hindu dan Budha dalam masa kerajaan Singasari (abad 13 M)
dan Majapahit (abad 14-15 M) ditandai dengan adanya penyetaraan antara dewa
tertinggi Hindu dan Panca Tathagata yang dikenal dalam agama Budha Mahayana.
Beberapa ahli telah menyatakan adanya bukti-bukti tentang ‘sintesis’ kedua
agama tersebut. Bukti tersebut dapat diketahui dari bangunan kegamaan yang
bernapaskan Hindu namun ada perpaduan ajaran Budha, begitupun sebaliknya.
Kitab kuno yang dijadikan landasan interpretasi para
Ahli tentang sintesis dua ajaran tadi yaitu kakawin Sutasoma. Menurut Soewito
Santoso (1975), percampuran atau sintesis tidak terjadi secara menyeluruh, pada
pelaksanaannya masih senantiasa merupakan dua agama yang terpisah. Kerapkali
dalam sumber-sumber kitab lain disebutkan bahwa Budha dianggap lebih unggul
dari Syiwa, terutama dalam kakawin Sutasoma.
Sedangkan menurut Haryati Soebadio, sintesis keagamaan itu disebut dengan
koalisi, namun hanya berkenaan dengan prinsip tertinggi beserta
manifestasi-manifestasinya. Adapun bangunan suci, pertapaan, tanah perdikan,
dan umat pemeluk agama pada umumnya tetap merupakan dua hal yang dapat
dibedakan.
Pada bahasan selanjutnya, akan dijelaskan mengenai kebudayaan Jawa pada masa
Hindu-Budha.
D. Kebudayaan
Hindu-Budha di Jawa
Pada masa niagawan
datang dari India dan Cina, yang berlayar ke tepi-tepi pantai kepulauan
Indonesia untuk melakukan interaksi dengan penduduk pribumi, secara teoretis
telah terjadi kontak budaya antara para pendatang dari India dan Cina dengan
penduduk pribumi Nusantara, namun dalam tahap selanjutnya justru yang banyak
diterima oleh penduduk Nusantara adalah unsur-unsur dari kebudayaan India.
Bukti-bukti awal tidak menunjukkan adanya pe ngaruh unsur kebudayaan Cina dalam
masa perkembangan sejarah di kepulauan Indonesia.
Terdapat tiga hal yang
benar-benar “barang baru” yang berasal dari kebudayaan India. Tiga hal tersebut
yaitu:
1.
Agama
Hindu-Budha
2.
Aksara Pallava
3.
Sistem
penghitungan tahun (kalender): Saka
Agama Hindu-Budha
merupakan hal yang baru, semula dalam bidang religi penduduk kepulauan
Nusantara sangat mungkin melaksanakan ritual pemujaan terhadap arwah leluhur.
Beberapa peninggalan monumen menganalitik di beberapa tempat di Indonesia dapat
dihubungkan dengan aktivitas terhadap pemuliaan arwah leluhur. Dengan
datangfnya agama Hindu-Budha, maka terdapat ajaran religi baru yang telah
menarik penduduk pribumi di beberapa wilayah untuk memeluknya. Dalam
perkembangan selanjutnya memang terdapat bukti-bukti yang mengarah kepata
tafsiran adaya upaya memadukan ajaran Hindu-Budha dengan kepercayaan yang tlah
dikenal sebelumnya dalam masa prasejarah.
Nenek moyang bangsa Indonesia awalnya
mengenal tulisan adalah berkat masuknya anasir kebudayaan India. Aksara yang
pertama kali dipergunakan untuk menuangkan informasi dalam bentuk tertulis
adalah Pallava.
Adapun sistem penghitungan
tahun dengan kalender saka semula waktu demi waktu berlalu dan berganti begitu
saja tanpa ada upaya untuk menandainya, maka setelah dikenal sistem
penghitungan tahun Saka terdapat kepandaian lain lagi, yaitu menghitung dan
memcantumkan tahun-tahun dalam informasi tertulis.
Ketiga hal baru tersebut sebagai pemicu
gerak perkembangan kebudayaan selanjutnya di beberapa wilayah Indonesia.
Ketiganya kemudian mengemb angkan aspek kebudayaan lainnya seperti pemerintah
kerajaan, pengembangan karya arsitektur, pengubahan karya sastra, dsb. Dsalam
masa pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan yang bercorak Hindu-Budha itulah
dasar kebudayaan Indonesia selanjutnya.
Penyerapan kebudayaan Hindu-Budha dari India kemudian membawa penduduk
negeri ini semakin masuk ke dalam wilayah pancaran kebudayaan India. Tercatat
di Sumatera selatan Kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan pantai dengan
pengaruh yang cukup besar. Kerajaan ini menganut ajaran Budhisme Hinayana dan
mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-7M. Sanjaya, raja Mataram, di wilayah
Yogyakarta sekarang, menguasai seluruh Jawa Tengah pada permulaan abad ke-8 M.
Raja ini menganut agama Syiwa dan dia berhasil membangun kompleks candi Syiwa
di dataran tinggi Dieng.
Kekuasaan Sanjaya hilang, muncul Dinasti Syailendra yang berkuasa kurang
lebih selama 60 tahun di sebelah barat Yogyakarta, tepatnya di daerah Magelang.
Peninggalan paling bersejarah Dinasti Syailendra adalah candi Borobudur. Candi
ini dibangun menurut tradisi Jawa Kuno sebagai candi yang berteras dan
melambangkan alam raya. Teras-teras paling bawah dihiasi dengan ukiran-ukiran
dari alam kepercayaan Budhisme Mahayana. Di teras-teras berikutnya, hingga ke
teras paling tinngi, orang akan diajak masuk ke wilayah yang tanpa gambar yang
melambangkan pencapaian terang batin dan suasana kebudhaan.
Diperkirakan pada akhir abad 8 M, atau awal abad 9 M, penguasa Jawa Tengah
yang menamakan diri raja Mataram menganut agama Siwa. Peninggalan terbesar atas
kepenganutan agama mereka adalah kompleks candi Lorojonggrang di daerah
Prambanan, sebelah timur Yogyakarta. Bangunan candi Lorojonggrang terdiri dari
tiga bangunan candi utama yang diperuntukkan bagi dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu.
Ukiran-ukiran candi Syiwa diambil dari kisah Ramayana, sedangkan candi
Lorojonggrang dimaksudkan sebagai tempat pemakaman bagi raja-raja Mataram.
Fungsi candi itu adalah sebagai pemakaman dan candi kerajaan, yang menandakan
kekhasan Hinduisme dan Budhisme yang hidup dan berkembang dalam kebudayaan Jawa
saat itu.
Pada dasarnya budaya di masa Hindu-Budha merupakan manifestasi kepercayaan
Jawa Hindu-Budha semenjak datangnya Hindu-Budha di tanah Jawa. Kegiatan
tersebut berupa upacara, tradisi yang sebagian masih dapat dilihat
keberadaannya sampai saat ini. Upacara tersebut dilakukan untuk memperoleh
kesejahteraan dari para Dewa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agama Hindu disebut sebagai "agama tertua" di dunia
yang masih bertahan hingga kini, Agama ini menyediakan kewajiban
"kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya. Sedangkan dalam agama
Budha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan
meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar
berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara
umum dikenal sebagai Sang Buddha.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Sedangkan kebudayaan mencakup keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya.
Disimpulkan bahwa pada waktu itu Sriwijaya
(Palembang) menjadi pusat agama budha, disana terdapat suatu Perguruan Tinggi
Buddha. Sedangkan agama Hindu berkembang dari kalangan Bangsawan hingga
kalangan rakyat jelata. Agama Hindu berkembang dari kalangan atasan hingga
kalangan rakyat jelata. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya candi-candi
Syiwa yang tersebar hingga di pelosok pelosok desa. Kebudayaan di Jawa pra
Islam mencakup tiga hal yakni: Agama Hindu-Budha, Aksara Pallava, dan Sistem
penghitungan tahun (kalender): Saka.
B. Saran
Dengan adanya makalah tentang kebudayaan Jawa pra Islam ini,
diharapkan pembaca dapat lebih memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam
dan Budaya Jawa yang pernah berlangsung.
Demikianlah makalah yang dapat pemakalah susun. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, pemakalah
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA