Senin, 28 Desember 2015

Tradisi Apitan



TRADISI APITAN
SEBAGAI MANIFESTASI RASA SYUKUR
MELALUI SEDEKAH BUMI MASYARAKAT BUMIREJO


Mini Riset
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.SI

Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\Logo\Logo_uin_walisongo.png


Oleh :
Diah Ira Rahmawati    (133511024)


PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penelitian
 Masyarakat Jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi atau budaya yang ada di dalamnya. Baik tradisi kultural yang semuanya ada dalam tradisi atau budaya Jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat Jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi atau kebudayaan yang ada dalam masyarakat Jawa tersebut.
Demak adalah salah satu kota yang menjadi bagian dari provinsi Jawa Tengah dan dahulunya menjadi pusat peradaban dan pemerintahan di Jawa Tengah, khususnya di masa kejayaan Islam. Di sana, mayoritas masyarakatnya masih melestarikan budaya-budaya warisan nenek moyang seperti tradisi Apitan yang dibarengi dengan sedekah bumi. Tradisi tersebut hanya dilakukan pada bulan Apit atau bulan Dzulqo’dah. Pada karya tulis ilmiah ini, penulis akan membahas lebih dalam lagi mengenai makna atau esensi dari tradisi Apitan melalui sedekah bumi yang dilaksanakan di desa Bumirejo tersebut.

B.     Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1.    Untuk mengetahui makna dari tradisi Apitan (sedekah bumi)
2.    Untuk mengetahui latar belakang adanya tradisi sedekah bumi
3.    Untuk mengetahui proses atau tata cara pelaksanaan dari tradisi sedekah bumi

C.     Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya penelitian ini meliputi sebagai berikut:
1.      Dapat mengetahui makna dari tradisi Apitan (sedekah bumi)
2.      Dapat mengetahui latar belakang adanya tradisi sedekah bumi tersebut
3.      Dapat mengetahui proses atau tata cara pelaksanaan dari tradisi sedekah bumi tersebut

BAB II
LANDASAN TEORI

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu wilayah, negara, kebudayaan, golongan/ agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi yaitu adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi akan punah.[1]
Tradisi sedekah bumi merupakan suatu upacara adat yang melambangkan rasa syukur manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rezeki melalui tanah/bumi berupa segala bentuk hasil bumi. Di sisi lain sedekah bumi juga dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana masyarakat mengamalkan ajaran agamanya (Islam), yakni melalui adanya pembacaan kalimat thayyibah yang banyak di petik dari ayat-ayat suci al-Qur’an. Ritual sedekah bumi merupakan bagian dari budaya yang berusia ratusan tahun. Tujuan dari sedekah bumi adalah memberikan persembahan dan penghormatan yang berupa sajian hasil bumi yang ditunjukkan kepada Dzat Yang Maha Pencipta yang telah menjaga bumi pertiwi yang ditempati dalam keadaan aman, tentram, sejahtera dan jauh dari segala macam masalah. Serta diadakan karena ingin mengungkapkan rasa syukur atas riski yang diberikan. Dalam pelaksanaannya pembuatan nasi tumpeng, ambengan, dan ingkung merupakan syarat yang harus ada pada ritual tersebut. Puncak  ritual Sedekah Bumi diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh ketua adat atau pimpinan agama.[2]
    



 BAB III
KONDISI LAPANGAN

Dalam penelitian ini, penulis mengambil judul “Tradisi Apitan  sebagai Manifestasi Rasa Syukur melalui Sedekah Bumi Masyarakat Bumirejo”. Penelitian tersebut dilakukan di Dukuh Lerep, Desa Bumirejo RT 03/06 Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak pada tanggal 30 September 2015 (Selamatan dan Pagelaran Wayang) serta 25 Desember 2015 (wawancara dengan Ketua Adat). Masyarakat yang bermukim di desa tersebut mayoritas menganut ajaran Islam.
Masyarakat di desa tersebut masih tergolong tradisional, karena sampai sekarang mereka masih melestarikan tradisi-tradisi nenek moyang, sistem kepercayaan yang sejak dahulu ada tentunya telah disesuaikan dengan ajaran Islam, dan sampai sekarang mereka masih melestarikan budaya-budaya peninggalan nenek moyang seperti adanya tradisi mapati, mitoni, selametan, mudhun lemah dan lain-lain termasuk sedekah bumi. Namun pada kenyataannya tidak semua lapisan masyarakat di desa tersebut mengetahui makna atau arti dari tradisi sedekah bumi tersebut.



BAB IV
ANALISIS LAPANGAN

Masyarakat di Demak atau lebih tepatnya di desa Bumirejo adalah masyarakat yang masih tergolong tradisional dan belum bisa dikatakan sebagai masyarakat modern. Namun tidak semua tradisi yang diwariskan oleh pendahulu-pendahulu mereka laksanakan, dan bukan berarti meninggalkan tradisi yang berlaku di desa tersebut. Meskipun ada beberapa tradisi yang sengaja ditinggalkan karena dinilai bertenangan dengan ajaran islam, contohnya sesaji dan nyadran di punden dukuh Lerep. Namun, ada tradisi yang hingga sekarang masih tetap dilestarikan setiap tahunnya yaitu Sedekah Bumi yang dilaksanakan pada bulan Apit, tepatnya pada hari minggu kliwon, sehingga masyarakat biasa menyebut ritual sedekah bumi ini dengan istilah ‘Apitan’.
Sedangkan dinamakan sedekah bumi karena pada tradisi ini seluruh masyarakat khususnya para petani di dukuh Bumirejo Lerep memberikan persembahan berupa hasil Bumi yakni hasil panen mereka sebagai perwujudan rasa syukur mereka kepada Allah SWT.
Makna sedekah sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu ‘shodaqoh’ yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan ruang tertentu, dengan mengharap Ridha Allah SWT. Bersedekah juga sangat dianjurkan dalam ajaran Islam sebagaimana firman Allah SWT Qs. An-Nisa’ ayat 114 berikut:
* žw uŽöyz Îû 9ŽÏVŸ2 `ÏiB öNßg1uqôf¯R žwÎ) ô`tB ttBr& >ps%y|ÁÎ/ ÷rr& >$rã÷ètB ÷rr& £x»n=ô¹Î) šú÷üt/ Ĩ$¨Y9$# 4 `tBur ö@yèøÿtƒ šÏ9ºsŒ uä!$tóÏFö/$# ÏN$|ÊósD «!$# t$öq|¡sù ÏmŠÏ?÷sçR #·ô_r& $\KÏàtã ÇÊÊÍÈ  
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”

Apitan atau sedekah bumi dahulunya merupakan selamatan yang ditujukan dalam rangka untuk mensyukuri hasil panen dan limpahan nikmat yang Allah SWT berikan, supaya masyarakat dilingkupi keselamatan, mendapatkan panen yang melimpah dan berkah serta agar dijauhkan dari bala’.
Sedekah bumi di bulan Apit ini dilaksanakan dengan cara selamatan setiap satu tahun sekali. Dan untuk pertunjukan wayangnya biasanya rutin dua tahun sekali. Biasanya masyarakat sekitar membuat nasi ambengan dan ketua adat dukuh Bumirejo Lerep meminta agar yang memiliki mobil bisa menyiapkan ingkung. Makna dua makanan khas yang harus ada dalam selamatan sedekah bumi ini yaitu: ambengan melambangkan perwujudan dari hasil panen yang diperoleh, baik dari nasi, maupun lauk pauk yang beranekaragam yang disajikan dalam satu wadah. Sedangkan Ingkung dahulunya memiliki maksud yakni bentuk penyerahan jiwa raga seorang manusia secara utuh (menyeluruh) kepada sang Khalik, melambangkan bayi yang belum dilahirkan dengan demikian belum mempunyai kesalahan apa-apa atau masih suci. Ingkung merupakan ubo rampe yang berupa ayam kampung yang diolah sedemikian rupa (dimasak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa dan daun salam) yang kemudian disajikan dengan bentuk yang masih utuh pula.
Sajian hidangan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan, dan lauk pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi prioritas yang utama. Dan pada akhir acara, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala, dan ceker ayam yang ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawah. Masing-masing sebagai simbol rasa syukur.
Puncak ritual Sedekah Bumi diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh ketua adat, Kiai atau Mudin. Lantunan doa tersebut merupakan kolaborasi antara kalimat-kalimat Jawa dan lafal-lafal doa yang bernuansa Islami, juga merupakan simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Menurut anggapan masyarakat Jawa, dengan menggelar ritual ini konon tanah tidak akan marah, seperti terjadinya longsor, banjir maupun bencana yang lainnya. Adapun makna ‘essensial’ dari ritual Sedekah Bumi yaitu agar manusia merenungkan kembali amanat dari Allah SWT terhadap tugas mereka sebagai Khalifah fil Ardhli yakni: untuk menjaga, melestarikan dan tidak merusak bumi sedikitpun, karena niscaya alam juga akan bersahabat dengan manusia.
Kemudian, setelah acara selamatan mulai ba’da dzuhur sampai setengah lima, kemudian jam 9 malam sampai jam 4 pagi dilangsungkan pagelaran wayang kulit. Media wayang kulit dipilih karena selain dapat dipakai sebagai hiburan, wayang bisa dimanfaatkan sebagai sarana dakwah Islam, sebagaimana yang dicontohkan sunan Kalijaga dahulu. Selain itu dalam rangka melestarikan budaya leluhur agar tidak punah dan tetap dikenal oleh para pemuda di dukuh Bumirejo Lerep. Dan konon, dahulu tokoh yang pertama kali mendiami dukuh Bumirejo Lerep (Mbah Narasuta ingkang Bubhakyasa dukuh Lerep) sangat menyukai wayang kulit. Kisah dalam pertunjukan wayangnya disesuaikan dengan permintaan sesepuh, dan biasanya selalu berisi petuah-petuah yang dapat dijadikan bekal bagi kehidupan.
Dalam pertunjukan wayang tersebut syarat dengan nilai moral kehidupan dan layak dijadikan sebagai keteladanan hidup. Nilai-nilai yang terkandung dalam pewayangan selalu mengajak manusia untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan serta menanamkan semangat amar ma’ruf nahi munkar kepada manusia. Kesan dan pesan yang terkandung dalam ajaran atau pagelaran wayang kulit penuh dengan nilai-nilai edukatif. Dengan demikian, pertunjukkan wayang tidak hanya sebagai tontonan dan alat penghibur saja, tetapi juga memuat tuntunan kehidupan bagi manusia.
Dana untuk melangsungkan pagelaran wayang dalam tradisi Apitan tersebut diperoleh dari anggaran wajib yang harus dikeluarkan setiap KK sejumlah Rp. 30.000,00 persil, jadi semisal ada tambahan sawah atau tanah selain yang ditempati, warga membayar lagi sejumlah uang yang telah dikalikan Rp. 30.000,00. Di tahun ini, bagi warga yang memiliki kendaraan mobil diwajibkan untuk membawa ingkung saat selamatan, sebagaimana jaman dahulu hal ini diberlakukan bagi siapa saja yang memiliki sapi atau kerbau.
Tradisi Sedekah Bumi atau Apitan ini telah berlangsung sejak lama, bahkan telah berusia puluhan tahun. Menurut keterangan ketua adat, yakni beliau Bapak Mat Shokib, pelaksanaan ritual sedekah bumi ini dapat mempererat kerukunan serta persatuan dan kesatuan masyarakat dukuh Bumirejo Lerep, dan sebagai bentuk pelestarian budaya leluhur agar tidak punah di tengah-tengah kemajuan zaman.






BAB V
KESIMPULAN

Ritual sedekah bumi merupakan salah satu rutinitas bagi masyarakat Bumirejo yang merupakan simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Sedekah bumi bisa tetap dilaksanakan asal maksudnya adalah bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan bumi, memberikan rezeki melalui tanah/bumi berupa segala bentuk hasil bumi, dan segala karunia yang telah Allah SWT limpahkan untuk manusia. Selain itu, juga untuk melestarikan budaya yang telah turun-temurun diwariskan kepada kita.
Dalam proses pelaksanaan ritual sedekah bumi, hingga kini dapat disaksikan bahwa pengaruh kebudayaan Hindu ternyata masih melekat pada masyarakat Islam, khususnya ritual sedekah bumi/Apitan di dukuh Bumirejo Lerep. Hal ini karena wujud dan kuatnya kepercayaan masyarakat dalam memegang teguh adat-istiadat yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka. Ritual sedekah bumi di berbagai wilayah memiliki ciri yang berbeda-beda dalam prosesi ataupun media yang dipilih, namun esensi dari ritual ini tetaplah sama yakni sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Sang Khalik.



TRANSKIP WAWANCARA

Wawancara ini dilakukan dengan Ketua Adat (Bekel) Dukuh Lerep, Desa Bumirejo yaitu Bapak Mat Shokib pada hari Jum’at, 25 Desember 2015. Hasil dari wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
A : Diah Ira Rahmawati
B : Mat Shokib (Narasumber)

A : Di desa Bumirejo ada tradisi yang disebut Apitan/ Sedekah Bumi. Mengapa disebut demikian, dan apa makna tradisi sedekah bumi tersebut?
B : Sebenarnya kenapa disebut Apitan, karena tradisi sedekah bumi dilaksanakan pada bulan Apit yaitu bulan Dzulqo’dah kalau dalam Islam. Sedangkan dinamakan sedekah bumi karena pada tradisi ini seluruh masyarakat khususnya para petani di dukuh Bumirejo Lerep memberikan persembahan berupa hasil Bumi yakni hasil panen mereka sebagai perwujudan rasa syukur mereka kepada Allah SWT. Bersedekah juga sangat dianjurkan dalam ajaran Islam sebagaimana firman Allah SWT di dalam al-Qur’an.
A : Bagaimana asal muasal tradisi apitan di dukuh Bumirejo Lerep?
B : Apitan atau sedekah bumi dahulunya merupakan selamatan yang ditujukan dalam rangka untuk mensyukuri hasil panen dan limpahan nikmat yang Allah SWT berikan, supaya masyarakat dilingkupi keselamatan, dan dijauhkan dari bala’.
A : Dalam kurun berapa tahun tradisi sedekah bumi (Apitan) itu dilaksanakan?
B : Untuk selamatan sedekah bumi dilaksanakan rutin setiap satu tahun sekali, yaitu pada bulan Apit, untuk harinya bebas di hari apapun, namun diutamakan hari minggu kliwon. Akan tetapi untuk acara pertunjukan wayangnya biasanya 2 tahun sekali.
A : Kalau dahulu ada persembahan berupa ingkung/tumpeng atau biasa disebut sesajen, yang diletakkan di punden desa, bagaimana menurut pendapat bapak?
B : Hal tersebut dinilai sangat tidak sesuai dengan Islam, karena bila tradisi tersebut tetap dilaksanakan dikhawatirkan masyarakat akan terjerumus pada syirik, meskipun tradisi nyadran tersebut merupakan bagian dari warisan leluhur namun pada pemerintahan saya, tradisi ini saya hapuskan. Karena dinilai tidak sesuai.
A :  Bagaimana teknis penarikan jumlah hasil bumi untuk disedekahkan warga?
B : Untuk jumlah yang harus dikeluarkan setiap KK, yakni wajib mengeluarkan uang sejumlah Rp. 30.000,00 persil, jadi semisal ada tambahan sawah atau tanah selain yang ditempati membayar lagi sejumlah dikalikan Rp. 30.000. Kalau tahun ini, bagi warga yang memiliki kendaraan mobil diwajibkan untuk membawa ingkung saat selamatan, kalau jaman dahulu hal ini diberlakukan bagi siapa saja yang memiliki sapi atau kerbau.
A : Kenapa media yang dipakai untuk tradisi Apitan adalah wayang kulit? 
B : Wayang kulit selain dipakai sebagai hiburan, bisa dimanfaatkan sebagai sarana dakwah Islam, sebagaimana yang dicontohkan sunan Kalijaga dulu, selain itu dalam rangka melestarikan budaya leluhur agar tidak punah dan tetap dikenal oleh para pemuda di dukuh Bumirejo Lerep. Dan konon, dahulu tokoh yang pertama kali mendiami dukuh Bumirejo Lerep (Mbah Narasuta ingkang Bubhakyasa dukuh Lerep) sangat menyukai wayang kulit.
A : Apa yang dikisahkan dalam pertunjukan wayang tersebut?
B : Kisah dalam pertunjukan wayangnya disesuaikan dengan permintaan sesepuh, dan biasanya selalu berisi petuah-petuah yang dapat dijadikan bekal bagi kehidupan.
A :  Sudah berapa lama tradisi Apitan/ Sedekah Bumi ini dilangsungkan?
B :  Tradisi ini sudah sangat lama, bahkan saya sudah menemui sejak saya masih kecil. Bisa jadi sudah ada puluhan tahun lamanya.





BIODATA MAHASISWA

Nama              : Diah Ira Rahmawati
NIM                : 133511024
Kelas               : PM-5A
TTL                 : Demak, 13 Januari 1996
Alamat            : Dukuh Lerep RT 03/06 Desa Bumirejo, Kecamatan   Karangawen, Kabupaten Demak
No. Telp.         : 085728226482
E-mail             : diahira_rahmawati@gmail.com
Pendidikan     :
              SD N 02 Bumirejo
              Mts N Karangawen
              MAN 01 Semarang
              Sekarang masih menempuh pendidikan S1 di UIN Walisongo Semarang.





 









LAMPIRAN

        Description: Description: Description: Description: E:\IBJ RISET Q\Photo1381.jpg       Description: Description: Description: Description: E:\IBJ RISET Q\Photo1382.jpg
Description: Description: Description: Description: E:\IBJ RISET Q\Photo1384.jpg
      Description: Description: Description: Description: E:\IBJ RISET Q\Photo1383.jpg Description: Description: Description: Description: E:\IBJ RISET Q\Photo1385.jpg Description: Description: Description: Description: E:\IBJ RISET Q\C360_2015-12-25-20-10-10-715.jpg

DAFTAR PUSTAKA



[1] Nihaya, Tradisi Jawa, (http://nihayachedta.blogspot.com/2011/04/tradisi-jawa), diakses pada 20 Desember 2015 pukul 11:02 WIB
[2] Ardan, Tradisi Sedekah Bumi, (http://www.kompasiana.com/2013/11/tradisi-sedekah-bumi), diakses pada 20 Desember 2015 pukul 10:22 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar